Hukum-Hukum terkait Walimah (Pesta Pernikahan) (Bag. 2)
Teks Hadis Kedua
Dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْوَلِيمَةِ فَلْيَأْتِهَا
“Apabila salah seorang di antara kalian diundang ke walimah, maka hendaklah ia mendatanginya.” (HR. Bukhari no. 5173 dan Muslim no. 1429)
Teks Hadis Ketiga
Dalam riwayat Muslim disebutkan,
إِذَا دَعَا أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُجِبْ، عُرْسًا كَانَ أَوْ نَحْوَهُ
“Apabila salah seorang di antara kalian mengundang saudaranya, maka hendaklah ia memenuhinya, baik itu untuk pernikahan atau undangan lainnya.” (HR. Muslim no. 100, 1429)
Teks Hadis Keempat
Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
شَرُّ الطَّعامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ: يُمْنَعُهَا مَنْ يَأْتِيهَا، وَيُدْعَى إِلَيهَا مَنْ يَأْبَاهَا، وَمَنْ لَمْ يُجِبِ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصى اللهَ وَرَسُولَهُ
“Sejelek-jelek makanan walimah adalah: orang yang ingin datang (yaitu, orang-orang fakir dan miskin) tidak diundang, dan yang diundang justru menolak untuk datang (yaitu, orang-orang kaya). Barangsiapa yang tidak memenuhi undangan walimah, maka dia telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Muslim no. 110, 1432)
Kandungan Hadis-Hadis di Atas
Kandungan pertama: Disyariatkannya memenuhi undangan walimah
Dalam hadis ini terdapat petunjuk bahwa memenuhi undangan walimah adalah suatu keharusan bagi seorang muslim; dan sebaiknya, dia tidak menolak untuk hadir, baik itu undangan walimah pernikahan maupun undangan jamuan lainnya. Memenuhi undangan semacam ini akan memberikan kebahagiaan kepada saudara sesama muslim yang mengundang, serta mempererat rasa persaudaraan dan hubungan antar teman, tetangga, dan kerabat. Pada jamuan-jamuan ini, orang-orang dapat berkumpul untuk berbincang, saling mengenal, saling menasihati, dan saling mengingatkan dalam kebaikan. Inilah bentuk jamuan orang-orang yang berilmu dan orang-orang mukmin.
Kandungan kedua: Hukum memenuhi undangan walimah
Pendapat pertama: wajib
Mayoritas (jumhur) ulama berpendapat bahwa memenuhi undangan untuk walimah pernikahan adalah wajib. Bahkan, beberapa ulama seperti Ibnu Abdil Barr dan Al-Qadhi Iyadh rahimahumallah menyebutkan adanya ijmakdalam hal ini. Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata,
لا أعلم خلافًا في وجوب إتيان الوليمة لمن دعي إليها إذا لم يكن فيها منكر ولهو
“Saya tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat tentang wajibnya menghadiri undangan walimah, selama tidak ada kemungkaran atau hiburan yang melalaikan di dalamnya.” [1]
Namun, klaim adanya ijmak ini perlu ditinjau kembali. Pendapat mengenai kewajiban memenuhi undangan walimah adalah pendapat mayoritas ulama, dengan argumentasi sebagai berikut:
Pertama: Adanya dalil berupa perintah tanpa ada tambahan keterangan atau indikator lain (yang memalingkan dari hukum wajib), maka hal itu menunjukkan adanya hukum wajib.
Kedua: Seseorang dianggap berdosa (durhaka) jika tidak memenuhi undangan walimah, dan dosa tidaklah dikenakan kecuali karena meninggalkan sesuatu yang wajib (dalam hadis di atas disebutkan bahwa yang tidak memenuhi undangan walimah, maka dia telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya).
Pendapat kedua: sunah
Adapun sejumlah ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa menghadiri undangan walimah adalah sunah, tidak sampai derajat wajib. Dalam kitab Al-Inshaf [2] disebutkan bahwa ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, meskipun pendapat tersebut tidak ditemukan dalam Al-Fatawa atau Al-Ikhtiyarat. Adapun yang terdapat dalam Al-Fataawa, Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyebutkan bahwa hukumnya wajib [3].
Dalam kitab Al-Hidayah (dari madzhab Hanafi) dinyatakan bahwa hukum memenuhi undangan walimah adalah sunah [4] karena dalam pandangan mereka, menghadiri undangan walimah berarti menerima kepemilikan makanan, sehingga tidak wajib seperti hal lainnya. Mereka juga berpendapat bahwa pada dasarnya, hukum mengadakan walimah adalah sunah, maka menghadiri undangan walimah juga hukumnya sunah.
Beberapa ulama Syafi’iyah dan Hanabilah ada yang menyatakan bahwa hukum memenuhi undangan walimah adalah fardhu kifayah. Sebagai konsekuensinya, jika sebagian orang yang mencukupi sudah hadir, kewajiban atas yang lain menjadi gugur, karena tujuan walimah adalah untuk menyebarkan kabar pernikahan, dan hal ini sudah tercapai dengan hadirnya sebagian orang. Dapat dipahami dari argumentasi ini, seolah-olah mereka membatasi hikmah mengadakan walimah hanyalah untuk mengumumkan berita pernikahan saja [5].
Pendapat yang lebih kuat
Pendapat yang lebih tepat adalah pendapat pertama, karena dalilnya yang kuat. Hadis-hadisnya sahih dan tegas mengenai hukum wajib ini. Asy-Syaukani rahimahullah berkata,
والظاهر الوجوب، للأوامر الواردة بالإجابة من غير صارف لها عن الوجوب، ولجعل الذي لم يُجِبْ عاصيًا …
“Yang lebih kuat adalah wajib, karena adanya perintah untuk memenuhi undangan tanpa ada indikator lain yang mengalihkannya (memalingkannya) dari hukum wajib, dan karena mereka yang tidak memenuhi undangan walimah dianggap berdosa … “ [6]
Kandungan ketiga: Hukum memenuhi undangan walimah selain walimah pernikahan
Adapun undangan selain walimah pernikahan, seperti akikah, walimah dalam rangka menyambut kedatangan dari perjalanan jauh, dan yang semisalnya, terdapat dua pendapat mengenai hukum memenuhi undangan tersebut.
Pendapat pertama: sunah
Memenuhi undangan ini adalah sunah (dianjurkan). Ibnu Hajar rahimahullah menyandarkan pendapat ini kepada mayoritas ulama [7]. As-Sarkhasi rahimahullah dari madzhab Hanafi bahkan menyatakan adanya ijmak dalam hal ini, namun klaim tersebut tidak sepenuhnya dapat diterima karena memang ada perbedaan pendapat ulama dalam hal ini.
Mereka berdalil dengan beberapa dalil dan argumentasi berikut ini:
Dalil pertama, dari hadis Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إذا دعي أحدكم إلى وليمة عرس فليجب
“Apabila salah seorang di antara kalian diundang ke walimah pernikahan (walimatul urs), maka hendaklah ia memenuhinya.” (HR. Muslim no. 98, 1429)
Mereka (para ulama) berkata bahwa karena kewajiban ini dikhususkan untuk walimah pernikahan (walimatul urs), maka hal ini menunjukkan bahwa undangan selainnya tidak wajib dipenuhi.
Sanggahan: dalam ilmu ushul fikih, yang semacam ini bukan pengkhususan (takhshish), karena hukumnya sama (sama-sama wajib). Misalnya, ada kalimat, “Semua siswa membawa buku.” Lalu ada kalimat, “Siswa Budi membawa buku.” Tidak bisa dipahami dari kedua kalimat tersebut bahwa hanya siswa Budi yang membawa buku, sedangkan selain Budi tidak membawa. Hal ini karena kedua kalimat tersebut menunjukkan hukum yang sama, yaitu “membawa buku.”
Dalil kedua, hadis dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa seorang tetangga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang berasal dari Persia pandai memasak kuah. Ia memasak sesuatu untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu datang mengundangnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Bagaimana dengan Aisyah?” Tetangga itu menjawab, “Tidak.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menolak undangannya.
Kemudian ia datang untuk mengundang lagi, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kembali berkata, “Bagaimana dengan Aisyah?” Tetangga itu menjawab, “Tidak.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menolak lagi. Ia datang untuk ketiga kalinya dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Bagaimana dengan Aisyah?” Kali ini tetangga itu menjawab, “Ya.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun berdiri bersama Aisyah, dan mereka pergi bersama hingga tiba di rumahnya. (HR. Muslim no. 2037)
Sanggahan: Ada kemungkinan bahwa bisa jadi penolakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam disebabkan oleh fakta bahwa orang Persia tersebut tidak menyetujui syarat yang diajukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu kehadiran Aisyah radhiyallahu ‘anha. Namun, ketika dia menyetujuinya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun hadir memenuhi undangan tersebut.
Pendapat kedua: wajib
Memenuhi undangan ini adalah wajib, dan hukum memenuhi undangan seluruh jenis jamuan itu sama, yaitu wajib, baik itu walimah pernikahan atau jamuan lainnya. Ini adalah pendapat Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, sebagian tabi’in, madzhab Zhahiriyah, dan sebagian ulama Syafi’iyah [8].
Mereka berdalil dengan beberapa dalil dan argumentasi berikut ini:
Dalil pertama, perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadis Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma di atas,
إِذَا دَعَا أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُجِبْ، عُرْسًا كَانَ أَوْ نَحْوَهُ
“Apabila salah seorang di antara kalian mengundang saudaranya, maka hendaklah dipenuhi, baik itu untuk pernikahan atau undangan lainnya.” (HR. Muslim no. 100, 1429)
Ini adalah dalil tegas yang bersifat umun untuk walimah apa saja.
Dalil kedua, perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadis Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas,
وَمَنْ لَمْ يُجِبِ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصى اللهَ وَرَسُولَهُ
“Barangsiapa yang tidak memenuhi undangan walimah, maka dia telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Kata (الدَّعْوَةَ) mengandung huruf alif lam istighraq, yang bermakna umum (dalam kaidah ilmu ushul fikih); maksudnya, undangan apa saja, baik undangan walimah nikah atau yang lainnya.
Dalil ketiga, Nafi’ berkata, “Saya mendengar ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أجيبوا هذه الدعوة إذا دعيتم لها
“Penuhilah undangan ini jika kalian diundang.”
Nafi’ berkata, “Abdullah biasa datang ke undangan pernikahan dan selain pernikahan, meskipun beliau sedang berpuasa.” (HR. Bukhari no. 5179 dan Muslim no. 103, 1429)
Hal ini menunjukkan bahwa Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma memahami bahwa huruf alif lam dalam kata (الدعوة) tersebut bersifat umum, sehingga beliau datang ke undangan pernikahan dan juga yang lainnya.
Dalil keempat, hadis Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
حق المسلم على المسلم خمس: رد السلام، وعيادة المريض، واتباع الجنائز، وإجابة الدعوة، وتشميت العاطس
“Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada lima: menjawab salam, mengunjungi orang yang sakit, mengantar jenazah, menjawab (memenuhi) undangan, dan mendoakan orang yang bersin.” (HR. Bukhari no. 1240 dan Muslim no. 2162)
Dalam riwayat Muslim disebutkan,
حق المسلم على المسلم ست، وفيه: وإذا دعاك فأجبه
“Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada enam, di antaranya: dan jika dia mengundangmu, maka penuhilah.”
Pendapat yang lebih kuat
Pendapat yang lebih tepat adalah pendapat kedua (hukumnya wajib), karena kuatnya dalil-dalilnya dan juga praktik dari perawi yang sesuai dengan dalil yang diriwayatkannya. Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,
من خص وجوب الإجابة بوليمة العرس فليس معه دليل فيما يظهر؛ لأن الولائم هي طعام السرور، فيعم العرس وغيره، والنبي – صلى الله عليه وسلم – قال: “من لم يجب الدعوة” ولم يقل: دعوة العرس
“Siapa saja yang mengkhususkan kewajiban menjawab (memenuhi) undangan hanya untuk walimah nikah saja, maka dia tidak memiliki dalil yang jelas. Karena walimah adalah jamuan makanan (dalam rangka merayakan) kebahagiaan, sehingga mencakup pernikahan dan lainnya. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
من لم يجب الدعوة
‘Siapa saja yang tidak menjawab undangan (yaitu, undangan apa saja, pent.),’ dan tidak mengatakan, ‘undangan pernikahan.`”
Wallahu Ta’ala a’lam.
[Bersambung]
***
@Fall, 26 Rabiul akhir 1446/ 29 Oktober 2024
Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel Muslim.or.id
Catatan kaki:
[1] At-Tamhid, 10: 179; Ikmaalul Mu’lim, 4: 589; Al-Mughni, 10: 193.
[2] Al-Inshaf, 8: 318.
[3] Al-Fataawa, 32: 206.
[4] Al-Hidayah, 4: 80.
[5] Mughni Al-Muhtaj, 3: 245.
[6] Nailul Authar, 6: 202.
[7] Fathul Baari, 9: 244.
[8] Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Buluughil Maraam (7: 413-419). Kutipan-kutipan dalam tulisan di atas adalah melalui perantaraan kitab tersebut.
Artikel asli: https://muslim.or.id/100738-hukum-hukum-terkait-walimah-pesta-pernikahan-bag-2.html